Untuk dapat mengetahui nilai dari tanda-tanda, sangatlah tergantung kepada apakah data tersebut menggugah minat atau tidak dan apakah pancaindra manusia pengamat bersifat aktif dan ber’emosi’ dengan data tersebut atau tidak. Nilai dikatakan teridentifikasi hanya jika minat, emosi, perasaan pemerhati kehidupan tergerak. Sebaliknya manusia tidak ber-‘emosi’ dengan nilai tersebut jika manusia itu memang terbiasa untuk tidak terpengaruh, dengan kata lain –menurut terminology al Qur’an- manusia itu terkunci mata hatinya, pancaindranya, dan tidak memiliki kesan apapun terhadap ayat-ayat (tanda-tanda, sign,) Allah.
Sekumpulan tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya bermacam-macam makna memerlukan penggalian makna apabila ingin mengetahui makna latent-nya. Pertama, menunda seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan persoalan referensi dan klaim validitas (benar-salah), sehingga yang tersisa hanya makna. Kedua, makna tersebut juga ditunda, sehingga terkuaklah wilayah kajian baru, dan memungkinkan terbentuknya diskursus (discursive formation) yang masih putih bersih, dalam bahasa ‘santri’ dikenal dengan fitrah. Selanjutnya terserah siapa yang akan memberi makna manusia itu dalam perjalanan hidup selanjutnya.
Demikianlah, dengan melakukan reduksi ganda terhadap diskursus, kita dapat mengetahui bahwa makna manusia yang satu dengan makna manusia yang lain berbeda. Perkecualian terhadap manusia yang mendasarkan dirinya kepada ajaran Islam. Yang memberi makna manusia Muslim yang tasdiq (yang membenarkan ayat-ayat Allah) adalah al Qur’an dan Assunah melalui Relasi Kuasa Allah (Power Relation), yang memungkinkan semua makna manusia Muslim mempunyai kesamaan diantaranya; kesamaan dalam mempersepsi Jihad di manapun mereka bertempat tinggal. Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya ‘deviasi’ (penyimpangan) dan meskipun mempunyai latar belakang Islam yang sama, tidak menjamin adanya ‘konsensus’ dan juga sangat ditentukan oleh seberapa besar ‘Power Relation’ Allah berpengaruh terhadap diri manusia dan seberapa besar ‘power relation’ syaitan.
Itulah sebabnya, serangan Negara-negara Barat terhadap negeri-negeri Muslim, pembantaian di Ambon, Poso beberapa tahun yang lalu berpengaruh terhadap manusia Muslim tasdiq, mereka menangis, dan tidak kurang pula manusia ‘islam’ yang tersenyum manis.