Mana yang lebih penting, jiwa atau raga?
Dua-duanya sama-sama penting, tapi mana yang seharusnya lebih dulu?
Kalau kita menghayati lagu kebangsaan Indonesia Raya, mestinya jiwa terlebih dulu, baru raga, bangunlah jiwanya bangunlah raganya untuk Indonesia Raya. Bahasa Indonesia juga mengutamakan jiwa, baru raga--jiwa-raga--, bukan raga-jiwa. Artinya pendidikan moral dan mental harus diutamakan, baru gedung dan bangunan fisik lainnya.
Di kalangan wanita khususnya, kita juga mengenal inner beauty kecantikan yang terpancar dari dalam. Bentuknya bisa sikap, kecerdasan, kebijaksanaan, humanis, kepekaan, aspiratif dan sebagainya. Istilah ini, boleh jadi mencuat karena banyaknya wanita yang gemar melakukan operasi plastik untuk mencari keindahan raga.
Semua orang menyadari itu: penting nya jiwa baru raga, dan perlunya inner beauty. Apalagi anggota DPR yang katanya terhormat dan terpelajar, pasti sangat paham dan tahu. Tapi anehnya, kenapa mereka sekarang ngotot untuk membangun gedung baru, ingin mempercantik raga?
Bahkan, berbagai cara dilakukan untuk membangun raga. Muai dari mengurangi anggaran dari 1,7 trilyun menjadi Rp 777 miliar dengan mengurangi jumlah lantai gedung. Yang penting gedung baru dan megah dibangun.Padahal justru jiwa anggota DPR lah yang justru harus dipoles dan dibangun.
Sekarang misalnya, banyak masyarakat yang mengeritik kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri yang disebut-sebut untuk menghabiskan anggaran. Cerita dari kunjungan itu bermacam-macam. Ada yang tak tahu dan tak punya alamat e-mail sampai yang dituding lebih banyak wisata nya. Toh DPR tetap bergeming dan tak merasa bersalah.
padahal, anggota DPR tahu inner beauty atau orang yang duduk dalam gedung itu lebih penting dibanding kemegahan gedungnya. tapi, mengapa mereka ngotot? bahkan mereka tahu bahwa keindahan gedung bisa pudar dan luntur, tapi keindahan jiwa dan sikap anggota DPR akan abadi dan tahan lama. Tapi kenapa anggota DPR ngotot tetap akan membangun gedung megah itu sekarang dengan biaya fantastis? Dan yang memprihatinkan kalau melihat wajah pendidikan kita. Raganya pun tak terurus. Di DKI misalnya, usia gedung sekolah rata-rata sudah di atas 30 tahun.
Tahun 2011 tercatat 346 gedung sekolah di Jakarta kondisinya rusak parah dan membahayakan keselamatan jiwa raga pelajar dan guru.Di tengah kondisi memprihatinkan itu, anggota DPR ingin membangun gedung megah dengan fasilitas yang wah.
Sudahlah, jangan dulu bicara ruang perpustakaan, UKS atau labolatorium sekolah, itu masih jauh. Katanya tidak ada anggaran. Sekarang, kita bicara dulu genteng sekolah yang bocor dengan dinding kusam dan terkelupas serta langit-langitnya yang nyaris runtuh. Adakah yang bisa diperbaiki?