Sejarah total yang diperkenalkan oleh Denys Lombard, Lucien Febvry, Marc Bloch, Fernand Braudel, dan Emmanuel Le Roy Ladurie, kecenderungannya pada akhir-akhir ini telah menjadi mazhab baru bagi penulisan sejarah di Indonesia. Pengertian total dalam penulisan sejarah adalah dilibatkan juga ilmu bantu ilmu-ilmu humaniora; atropologi, sosiologi, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Mazhab sejarah baru ini lebih menekankan kajian atau analisis terhadap faktor-faktor , relung-relung kehidupan sosial, budaya yang mempengaruhi peristiwa-peristiwa sejarah itu sendiri (Azzumardi Azra, ‘Historiografi Kontemporer Indonesia’, Makalah Diskusi Buku ‘Nusa Jawa Silang Budaya’, Jakarta 3 Februari, 1997, dalam ‘Panggung Sejarah Persembahan Kepada Prof.Dr.Denys Lombard, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999).
Dalam kaitan lain, Febvre menyamakan sejarah dengan arkeologi. Sejarah merupakan usaha total menggali seluruh harta total kehidupan manusia masa lalu dengan menggunakan seluruh alat-alat yang ada yaitu, ilmu-ilmu sosial. Sehingga metode penulisan ini akan tampak seperti essay, novel, sejarah, budaya, ekonomi, kadang-kadang muatannya seperti antropologi. Penulisan sejarah lama atau historiografi Indonesia sebelumnya bersifat kronologis dari tahun ke tahun. Sebaliknya penulisan sejarah mazhab baru lebih banyak menggali tema-tema yang sama dalam kurun waktu yang berbeda-beda, dan lebih banyak mengabaikan periodesasi historis seperti sistematika (historiografi) metode penulisan sejarah konvensional.
Pembahasan sejarah pada zaman serba canggih teknologi komunikasi telah memungkinkan penulisan sejarah yang murni lokal tanpa harus mengaitkan dengan sejarah global. Sejarah Pasuruan yang menyangkut sosial budaya, politik, ekonomi tidak terlepas dari peristiwa sejarah di tempat lain. Contoh yang baik tentang hubungan sejarah lokal dengan sejarah global, seperti yang di tulis sejarawan Adrian B.Lapian, yaitu peristiwa meletusnya Gunung Tambora di Sumbawa pada tanggal 11 April 1815. Waktu itu kemajuan teknologi komunikasi belum secanggih sekarang, sehingga peristiwa meletusnya Gunung Tambora tidak sepopuler peristiwa meletusnya Gungung Karakatau pada tahun 1883. Padahal jika dilihat dari kerusakan alamiah dan korban manusia yang diakibatkan, letusan GungungTambora jauh lebih dahsyat daipada peristiwa Krakatau. Kranglebih 48.000 jiwa telah menemui ajalnya karena erupsi Tambora, baik yang mati karena akibat langsung letusan maupun yang mati kelaparankarena semua tanaman yang ada telah tertimbun debu vulkanis. Akibat letusan Tambora menelan 85.000 penduduk, sedangkan letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menelan korban jiwa 40.000. Lalu hubungannya dengan peristiwa sejarah global?
Masih dalam Adrian B.Lapian, siapa yang menyangka letusan Gunung Tambora mengubah politik kolonial di Nusantara, dan siapa yang menyangka pula kekalahan Napoleon Bonaparte di Waterloo akibat dari letusan gunung Tambora? Kegoncangan angkasa yang terganggu oleh erupsi Tambora yang amat dasyat ini membawa dampak yang luar biasa terhadap iklim di Eropa Barat, misalnya sejak awal Juni 1815, Eropa dilanda hujan lebat selama beberapa minggu yang tidak seperti biasanya, karean waktu itu belum masanya musim hujan. Napoleon yang lolos dari pengasingannya dari Pulau Elba dengan segala upaya mengkonsolidasi pasukannya, bergerak cepat menuju Brussel. Jalan-jalan di Eropa hanya sebagian dalam kondisi mulus, tetapi sebagian besar jalan-jalan di Eropah kondisinya jelek, semakin jelek ketika hujan sehingga pasukan Perancis yang membawa kereta dengan persenjataan yang berat-berat dihalangi oleh lapisan-lapisan lumpur yang tebal. Kekalahan Napoleon di Waterloo pada 18 Juni 1815 menurut para ahli sangat berhubungan dengan meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa.
Sejarah lokal tidak berdiri sendiri, dan khusus berhubungan dengan peristiwa-peristiwa wilayah seputar, namun rentetatan setiap peristiwa sejarah di wilayah tertentu dapat mengubah kebijkan politik, ekonomi, maupun perubahan sosial maupun perubahan budaya. Pada waktu Gunung Tambora meletus, maupun kejadian-kejadian di Eropa, Raffles berada di Pulau Jawa, dan tidak mengetahui sedikitpun perubahan-perubahan yang terjadi. Baik tentang lolosnya Napoleon dari Pulau Elba, maupun kekalahan Napoleon di Waterloo. Setelah kepulangannya ke Batavia dari perjalanan ke Bali, Jawa Timur dan Jawa Tengah, barulah Raffles menerima berita tersebut yang menjadikan Raffles cemas. Kekalahan Napoleon itu berarti Inggris harus mengembalikan Indonesia ke tangan kolonial Belanda lagi.
Dalam bidang ekonomi misalnya, setelah meletusnya Gunung Tambora produksi beras di Makasar melimpah, penyakit kolera sejak tahun 1817 tiba-tiba menjalar hampir ke seluruh dunia, walaupun kolera sudah dikenal di subkontinen India sejak beribu tahun, namun yang menjadi pertanyaan dunia kedokteran, mengapa penyakit kolera menjalar secara drastis setelah Gungung Tambora Meletus. Proses globalisasi yang telah berlangsung beberapa abad lamanya makin lama makin melibatkan lebih banyak penduduk dunia, dan peristiwa yang terjadi di Nsantara makin lama makin terkait dengan peristiwa di pelosok benua yang lain. Sering pula kita terseret dalam perkara-perkara yang sesungguhnya berada di luar kontrol penduduk bersangkutan, bukan saja karena bencana alam seperti erupsi gunung api, tetapi disebabkan oleh keputusan politik oleh kekuatan-kekuatan adikuasa pada waktu itu.